Oleh: Aryo Akbar Wangsautama*
* PRESIDENTIAL * Sumber Asli -- Setelah mengorbankan waktu bersusah-susah mencoblos pada Pileg, 9 April lalu, rakyat kini menguji mampukah para pemimpin partai politik bersatu membangun negeri ini. Hasil pileg yang dilansir beberapa lembaga hitung cepat menunjukan itu. Tidak ada partai yang memperoleh suara mayoritas.
-->
* PRESIDENTIAL * Sumber Asli -- Setelah mengorbankan waktu bersusah-susah mencoblos pada Pileg, 9 April lalu, rakyat kini menguji mampukah para pemimpin partai politik bersatu membangun negeri ini. Hasil pileg yang dilansir beberapa lembaga hitung cepat menunjukan itu. Tidak ada partai yang memperoleh suara mayoritas.
Hasil Pileg memperlihatkan, rakyat memilih partai atau caleg
yang benar dikenalnya. Bukan pada kekaguman terhadap janji surga parpol atau
caleg. Rakyat sudah pintar sehingga tidak lagi larut dan hanyut pada citra
hebat yang didengang-dengungkan saat kampanye.
Selama 10 tahun ini rakyat sudah menyadari citra tidak
mendatangkan dan menghasilkan apa-apa. Hanya kebohongan, kepahitan dan
kerakusan yang koruptor yang diperoleh.
Pengalaman yang akan terus dibawa saat Pilpres nanti. Karena
itulah kini rakyat menantikan mampukah para pemimpin parpol terutama para
pengusung calon presiden (capres) bersatu dalam koalisi yang jujur untuk
kepentingan rakyat. Koalisis tanpa dilandasi transaskional jabatan dan kursi.
Tetapi koalisi yang sunggh-sungguh jual beli program kepentingan rakyat.
Hiruk pikuknya manuver para pemimpin partai melakukan
jalinan koalisi saat ini juga menunjukan mana yang sudah siap memperjuangkan
rakyat dan mana yang masih meraba-raba keuntungan. Jika memang untuk rakyat
maka pimpinan parpol sebenarnya sudah bisa klop sejak awal. Bukan justru
plin-plan atau masih wait and see karena pertimbangan dapat apa? Sikap menanti
dan berubah-ubah menjadi cermin ada transksi yang belum klop. Ingat sekali lagi
transsaksi.
Sejak 9 April lalu rakyat sebenarnya sudah menanti mana
pimpinan parpol yang mampu menghadirkan kolasi kejujuran itu. Bukan
koalisi-koalisian berlandaskan kepentingan untung rugi. Rakyat pun sudah tahu
mana koalisi kebohongan yang tak perlu dipilih lagi di Pilpres nanti. Sepuluh
tahun sudah cukup bagi rakyat untuk bisa menentukan mana yang asli dan palsu.
Mana yang koalisi jujur dan mana yang koalisi penipu.
Rakyat sudah muak pada koalisi kebohongan. Mereka pun
mengambil keputusan: jangan lagi kami diberi kebohongan karena 10 tahun
kebohongan sudah membuat rakyat kenyang dibohongi.
-
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuangkan ide, saran, masukan, kritik Anda di sini untuk membangun Indonesia yang jaya dan sejahtera. Bebas dan demokratis. Tapi jangan spam dong... Terimakasih