-JAKARTA - Peneliti Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengatakan ICW menolak rencana penebitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang berkaitan penunjukan Pelaksana tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, jika penunjukan dilakukan, maka Presiden justru merusak independensi Komisi Pemberantasan Korupsi. "Pimpinan KPK bukan menteri atau pembantu Presiden yang dapat dipilih atau ditunjuk saja," kata Febri saat dihubungi, Jumat (18/9).
Dia melanjutkan tidak ada sedikitpun kewenangan Presiden untuk campuri dan menunjuk langsung pimpinan lembaga independen. Pemerintah, kata dia, hanya mengusulkan nama yang telah disaring melalui seleksi khusus. Kemudian parlemen menguji kelayakan dan kepatutan sejumlah nama itu dan ditetapkan. "Kita perlu ingat, KPK tidak berada dibawah Eksekutif ataupun legislatif. Tetap harus ada proses seleksi," katanya.
Kalaupun butuh Perpu, dia melanjutkan, maka hanya bisa berisikan percepatan proses seleksi, bukan menunjuk orang. "Kami minta presiden tidak terjebak dalam otoritarian gaya bar," katanya. Proses seleksi, dia menuturkan harus dilakukan secara terbuka dan mendengarkan publik. "Proses ini tidak boleh dibajak dengan absolutisme kekuasaan."
Terpenting juga, tegasnya, dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tersisa juga harus buktikan pada publik, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak lemah seperti yg dituduhkan banyak pihak lain. " Meskipun yang tersisa berasal dari bidang pencegahan, hal itu tidak menghilangkan kewenangan sebagai Penyidik dan Penuntut. Undang-undang KPK mengatur tegas di Pasal 21 ayat (4)," ujarnya. (sihc/stic) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuangkan ide, saran, masukan, kritik Anda di sini untuk membangun Indonesia yang jaya dan sejahtera. Bebas dan demokratis. Tapi jangan spam dong... Terimakasih