-JAKARTA — Keberhasilan pihak Kepolisian RI melumpuhkan gembong teroris Noordin M Top akan memberikan kredit positif bagi citra pemerintahan SBY-JK yang tinggal menghitung hari. Namun, kredit positif ini tidak berarti jika tak diimbangi dengan prestasi dan konsistensi kemajuan di sektor lainnya.
Pengamat politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, mengatakan, kredit positif dalam pemberantasan terorisme langsung menguap ketika disandingkan dengan lemahnya penguatan dalam pemberantasan korupsi.
Beberapa hari belakangan, kasus yang menjerat sejumlah pimpinan KPK selalu dikaitkan dengan upaya pelemahan KPK. Apalagi, SBY kemudian meminta agar RUU Pengadilan Tipikor yang tinggal diketok palu dikaji kembali.
"Pemerintahan sekarang, ya pencapaiannya tambah kurang, tambah kurang. Bertambah baik di satu sektor, tapi berkurang di sektor lain. Akhirnya peningkatan tidak konsisten. Di pemberantasan terorisme baik, tapi di pemberantasan korupsi melemah. Begitulah, pembangunan gonjang-ganjing," kata Arbi, Jumat (18/9), kepada Kompas.com.
Ia mengibaratkan, pemerintahan SBY mendapatkan poin 100 untuk keberhasilan menumpas teroris. "Tapi langsung menguap karena dalam pemberantasan korupsi justru mundur. Kalau mau kemajuan dan prestasi baik di akhir pemerintahan, harus melakukan tindakan dramatis yang menonjol," kata Arbi.
Dukungan terhadap keberadaan pengadilan tindak pidana korupsi, menurut Arbi, perlu ditunjukkan SBY dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu), jika RUU Pengadilan Tipikor yang digarap pemerintah dan DPR tidak selesai.
"Keluarkanlah Perppu Pengadilan Tipikor, KPK tetap pada kewenangan awalnya. Kalau RUU itu kan, pemerintah 'diakal-akali' DPR, tapi Presiden saja yang tidak tahu kalau dikerjai," ujar pria berkucir ini. (sihc/skoc) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuangkan ide, saran, masukan, kritik Anda di sini untuk membangun Indonesia yang jaya dan sejahtera. Bebas dan demokratis. Tapi jangan spam dong... Terimakasih