KCI - JAKARTA:
Muncul lagi permintaan agar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diminta tidak terburu-buru menandatangani
Surat Keputusan Keanggotaan DPRD Papua Barat Jalur Otonomi Khusus yang baru
saja dipilih lewat Panitia Seleksi (Pansel) pada 5 Juli 2020 lalu di Manokwari
Papua Barat. Kali ini permintaan itu dilontarkan oleh Yunus Ollo salah satu
peserta seleksi yang sudah lolos sampai tahap akhir dari Daerah Kabupaten
Pegunungan Arfak Manokwari Raya.
“Mendagri
Bapak Tito (Karnavian) jangan dulu tandatangan SK itu karena ada pelanggaran
terhadap Perdasus Nomor 4 Tahun 2019.
Khususnya pasal 4 ayat 2 huruf o karena ada 2 orang yang tidak memenuhi syarat,” kata Yunus Ullo melalui
telepon, Rabu (22/7/2020).
Dia
mengungkapkan, ada dugaan permainan dalam penentuan anggota yang lolos seleksi
sehingga pelanggaran yang dilakukan itu tidak diindahkan. Ini membuat beberapa
peserta seleksi yang memenuhi persyaratan justru digugurkan. Termasuk Yunus
sendiri yang sudah lolos sampai tahap akhir.
“Jadi
perlu ditinjau ulang dan jika perlu dibatalkan penetapan Keanggotaan DPRD Papua
Barat Jalur Otonomi Khusus yang baru saja dipilih lewat Panitia Seleksi
(Pansel) pada 5 Juli 2020 lalu. Bapak Mendagri perlu memperhatikan ini agar
tidak ada masalah dikemudian hari. Jika perlu kami siap dipanggil ke Jakarta,”
ucap Yunus Ullo.
Dia
menjelaskan, dua wakil dari Pegunungan Arfak Manokwari Raya yang lolos saat ini
seharusnya tidak berhak karena mantan anggota Otsus. Jika tetap diloloskan
dikhawatirkan akan bisa menimbulkan gejolak di daerah ini.
“Bisa
terjadi aksi massa karena mereka semua tahu dua orang yang diloloskan Pansel
itu cacat hukum,” kata Yunus Ullo sambil menyebut nama dua anggota yang
diloloskan Pansel yaitu MS dan YM.
Yunus
Ollo kemudian menyatakan, dengan pelanggaran yang terjadi dan cacat hukum MS
dan YM itu maka seharusnya dirinya yang berhak lolos. Apalagi dia sudah membuat
surat perjanjian yang ditantatangani di atas materai. “Ini sama dengan
perjanjian dengan Tuhan. Saya tidak main-main dan saya orang independen,”
katanya.
Untuk
itu Yunus Ullo meminta agar Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Pansel taat
aturan. “Gubernur harus taat aturan yang dibuatnya,” ujarnya lagi.
Sebelumnya
juga sudah muncul permintaan agar Mendagri tidak terburu-buru menandatangani
Surat Keputusan Keanggotaan DPRD Papua Barat Jalur Otonomi Khusus yang baru
saja dipilih
Pasalnya,
ada ketidak-absahan sejumlah Anggota DPRD Papua Barat jalur Ostus itu karena
diduga melanggar pasal 4 Perdasus Nomor 4 tahun 2019.
Permintaan
tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Kejuangan Reaktivitas Tim 315 Papua
Barat (Dekrit 315 PB), Obet Arik Ayok Rumbruren melalui surat kepada Mendagri.
Demikian diungkapkan oleh Obet Arik Ayok Rumbruren, lewat sekretarisnya,
Edison, Selasa (21/7/2020) siang.
Obet
Arik Ayok Rumbruren selain sebagai Kepala Suku dan Ketua dari tiga suku besar
di Manokwari Raya (Arfak, Doreri, dan Wamesa), juga adalah seorang pejuang yang
menginisiasi lahir dan terbentukanya Prosvinsi Papua Barat. Itu sebabnya,
sejumlah elemen masyarakat yang merasa hak-haknya dizolimi oleh Panitia Seleksi
(Pansel) mereka mengadu ke Kepala Suku
sebagai wadah yang dianggap mampu berakselerasi dalam memperjuangkan hak-hak
rakyat yang berkedilan di Papua Barat.
Dipaparkan
oleh Obet, bahwa pada Jumat tanggal 17 Juli 2020, sejumlah elemen masyarakat
yang tergabung dalam Forum Komunikasi
Pencari Keadilan Seleksi Calon Anggota DPRD Papua Barat Melalui Mekanisme
Pengangkatan Periode 2019-2024,
mendatangi kediamannya dan menyampaikan keluh-kesah mereka dalam bentuk tertulis
tentang ketidak-absahan sejumlah Anggota DPRD Papua Barat (11 Anggota) yang
terpilih dari jalur otonomi khusus (Ostus) karena diduga melanggar Perdasus
Nomor 4 tahun 2019 pasal 4.
Dalam
kesempatan itu Obet mengemukakan bahwa mereka datang dengan membawa bukti-bukti
pelanggaran dimaksud. Berdasarkan data-data dari elemen masyarakat inilah Pak
Obet, demikian ia biasa dipanggil, mengirim surat ke Mendagri, Tito Karnavian
meminta agar Pak Tito tidak buru-buru menerbitkan SK Keanggotaan DPRD Papua
Barat jalur Otsus tersebut. Dia meminta pertimbangkan baik-baik lewat laporan
yang dikirimnya, karena itu merupakan data otentik yang terjadi di Papua Barat
Jenis-jenis pelanggaran dimaksud di antaranya (1)
Pengangkatan calon yang sudah aktif sebagai pengurus partai politik. Ini
bertentangan dengan Perdasus Nomor 4 tahun 2019 pasal (4) ayat 2 huruf (o) yang
berbunyi : tidak menjadi anggota pengurus partai politik dalam kurun waktu 5
tahun terakhir. Untuk pelanggaran ini terjadi pada dua orang Anggota DPR PB.
(2)
Penetapan calon yang umurnya telah lewat, hal ini juga bertentangan dengan
Perdasus Nomor 4 tahun 2019 Ayat (2) huruf (F) yang berbunyi umur paling rendah
30 tahun dan paling tinggi 60 tahun, untuk pelanggaran ini ada 1 calon yang
sudah berusia 63 tahun.
(3)
Penetapan calon yang berstatus PNS, hal ini bertentangan dengan Perdasus Nomor
4 tahun 2019 pasal (4) ayatg (2) huruf (q) tidak sedang menduduki jabatan
negeri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
(4)
Ada dugaan, Pansel menghilangkan sejumlah nama peserta seleksi calon Anggota
DPRD PB.
(5)
Tata Cara Penilaian berdasarkan rangking (peringkat) per daerah pengangkatan
yang keliru, mekanisme pengangkatan yang dilakukan oleh Pansel tidak
mempertimbangkan azas politik demografi dan politik sosial culture masyarakat
hukum adat di Provinsi Papua Barat yang didasari pemetaan wilayah administrasi
pemerintahan dan wilayah adat
masing-masing suku di Provinsi Papua Barat sehingga terdapat beberapa
kekeliruan dan keganjilan dalam daftar
terpilih.
Contohnya,
daerah pengangkatan Manokwari Raya yang terdiri dari (1) Kabupaten Manokwari, (2) Kabupaten Manokwari
Selatan, (3) Kabupaten Pegunungan Arfak.
Tiga kabupaten ini memiliki kuota tiga perwakilan di kursi DPR Papua Barat,
namun mengapa Kabupaten Pegunungan Arfak terwakilkan oleh dua orang
perwakilan, sementara mengabaikan
keterwakilan dari Manokwari Selatan? Mengapa sistem penilaian tidak berdasarkan
peringkat/rangking per daerah pengangatan per kabupaten?
(6)
Daftar urutan PAW bertentangan dan tidak sesuai dengan sistem politik sosial
culture masyarakat hukum adat di Provinsi Papua Barat. Contohnya, daftar nama
PAW sangat berlainan dengan dengan daftar nama terpilih.
Berbagai
kecurangan yang terjadi dalam rekrutmen Pansel ini membuat Obet lebih memilih
menyurati Mendagri untuk mempertimbangkan hasil pemilihan Anggota DPRD Papua
Barat, dan berharap Mendagri bisa membatalkan penandatanganan SK pengangkatan
tersebut.
Bila
hal ini dibiarkan, menurut Obet, bisa berdampak buruk terhadap kepercayaan masyarakat kepada pelaksanaan
pemerintahan di Papua Barat sebutnya. *
---------------------------------------------------------------------------
Berita Anda ingin dimuat di Kicita atau Media Nasional dan Daerah di Indonesia?
Silakan hubungi kami di 087783358784 atau e-mail: aagwaa@yahoo.com.
Kami memiliki jaringan kuat dengan media terakreditasi baik cetak, online, radio maupun televisi.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuangkan ide, saran, masukan, kritik Anda di sini untuk membangun Indonesia yang jaya dan sejahtera. Bebas dan demokratis. Tapi jangan spam dong... Terimakasih