* PRESIDENTIAL *
Sumber Asli --
Lagi, Amnesty International mendesak Presiden Indonesia, Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) agar menunjukkan komitmennya bagi perdamaian
jangka panjang di Aceh. Deputi Direktur Asia Pasifik Amnesty
International, Isabelle Arradon mengatakan SBY adalah yang mengawal
perjanjian damai 2005.
Hal tersebut dikatakan Isabelle dalam siaran resmi Amnesty International pada peringatan delapan tahun hari Perdamaian di Aceh. Kepada acehterkini, Isabelle menjelaskan konflik Aceh diakhiri oleh adanya perjanjian damai tahun 2005 masa pemerintahan SBY.
“Sebuah langkah penting ke depan adalah mengajukan suatu pernyataan maaf secara formal dan publik kepada semua korban-korban pelanggaran HAM masa lalu,” tutur Isabelle.
Konflik Aceh antara gerakan pro-kemerdekaan bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia berlangsung sejak 1976, dan memuncak selama operasi-operasi militer antara 1989 hingga 2005.
Konflik tersebut memakan jumlah korban begitu besar bagi penduduk di sana, meninggalkan korban jiwa antara 10.000 dan 30.000 orang, banyak di antaranya adalah penduduk sipil. Kedua belah pihak melakukan pelanggaran HAM selama konflik, banyak yang merupakan kejahatan-kejahatan di bawah hukum internasional dan mungkin merupakan kejahatan perang. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Amnesty International telah menyerukan kepada kedua belah pihak untuk membuat komitmen secara publik bahwa tidak akan ada impunitas untuk kejahatan-kejahatan semacam itu.
Para korban dan penyintas dari pelanggaran HAM selama masa konflik telah menuntut untuk mengetahui kebenaran terhadap apa yang terjadi, tetapi dengan hasil yang minim. Ribuan orang masih dalam kegelapan atas keberadaan dari “orang-orang hilang” yang mereka cintai, sementara hanya sedikit kasus-kasus pelanggaran HAM terkait konflik yang telah diselidiki, dan tidak ada satu kasus pun sejak 2005.
-->
Hal tersebut dikatakan Isabelle dalam siaran resmi Amnesty International pada peringatan delapan tahun hari Perdamaian di Aceh. Kepada acehterkini, Isabelle menjelaskan konflik Aceh diakhiri oleh adanya perjanjian damai tahun 2005 masa pemerintahan SBY.
“Sebuah langkah penting ke depan adalah mengajukan suatu pernyataan maaf secara formal dan publik kepada semua korban-korban pelanggaran HAM masa lalu,” tutur Isabelle.
Konflik Aceh antara gerakan pro-kemerdekaan bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia berlangsung sejak 1976, dan memuncak selama operasi-operasi militer antara 1989 hingga 2005.
Konflik tersebut memakan jumlah korban begitu besar bagi penduduk di sana, meninggalkan korban jiwa antara 10.000 dan 30.000 orang, banyak di antaranya adalah penduduk sipil. Kedua belah pihak melakukan pelanggaran HAM selama konflik, banyak yang merupakan kejahatan-kejahatan di bawah hukum internasional dan mungkin merupakan kejahatan perang. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Amnesty International telah menyerukan kepada kedua belah pihak untuk membuat komitmen secara publik bahwa tidak akan ada impunitas untuk kejahatan-kejahatan semacam itu.
Para korban dan penyintas dari pelanggaran HAM selama masa konflik telah menuntut untuk mengetahui kebenaran terhadap apa yang terjadi, tetapi dengan hasil yang minim. Ribuan orang masih dalam kegelapan atas keberadaan dari “orang-orang hilang” yang mereka cintai, sementara hanya sedikit kasus-kasus pelanggaran HAM terkait konflik yang telah diselidiki, dan tidak ada satu kasus pun sejak 2005.
-
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuangkan ide, saran, masukan, kritik Anda di sini untuk membangun Indonesia yang jaya dan sejahtera. Bebas dan demokratis. Tapi jangan spam dong... Terimakasih