-JAKARTA - Sampai saat ini Ketua Umum Partai Golongan Karya Jusuf Kalla masih konsisten terhadap aturan main yang ditetapkan partai ini walaupun banyak wacana yang menerpa dan mendinamisasi partai berusia 40 tahun itu.
Hal ini dikemukakan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Iskandar Mandji kepada Kompas, Sabtu (14/2) malam. Ia bicara dalam konteks menanggapi berbagai wacana yang muncul mengenai Partai Golkar yang berkaitan hubungannya dengan partai lain dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketika ditanya tentang pernyataan Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Iskandar Mandji mengatakan, sampai saat ini berbagai pernyataan yang dilontarkan para kader Partai Golkar masih bersifat pribadi dan bukan berdasarkan pada kesepakatan institusional.
Hari Jumat, Priyo Budi Santoso, antara lain, mengatakan, kemungkinan terjadinya pertarungan antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2009 semakin besar. Dalam pertarungan itu, lanjutnya, kemungkinan besar JK bisa mengungguli SBY.
Priyo juga mengatakan, apabila Partai Golkar memimpin gerakan nonblok, partai-partai tengah akan bersama Partai Golkar.
Salah satu fungsionaris Partai Golkar yang tidak mau disebut namanya semalam juga mengatakan, saat ini berbagai wacana yang muncul memang sifatnya untuk memanas-manasi JK dan semuanya hanya pendapat pribadi.
Menurut Iskandar Mandji, JK sampai kini tetap tenang. ”Pak JK tetap konsisten terhadap hasil Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) Golkar 2008 yang, antara lain, menyepakati masalah pencalonan presiden dilakukan setelah melihat hasil pemilihan umum legislatif,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, kemarin menilai, gerakan nonblok Partai Golkar yang disampaikan Priyo sebagai nafsu belaka untuk mendapat kekuasaan sebesar-besarnya dengan tidak memerhatikan realitas. ”Gerakan nonblok itu ibarat nafsu besar tenaga kurang,” katanya.
Tak bisa menandingi SBY
Menurut Arbi, apabila Jusuf Kalla bisa berduet dengan Sultan Hamengku Buwono X, mereka memang bisa berpeluang menandingi Blok S (Susilo Bambang Yudhoyono) atau Blok M (Megawati Soekarnoputri). Persoalannya adalah Sultan tidak mau menjadi calon wakil presiden.
Apabila Kalla dipasangkan dengan Sutiyoso atau Hidayat Nur Wahid, pasangan ini tidak akan menandingi Blok S atau Blok M.
Menurut Arbi, Jusuf Kalla sendiri dengan insting politiknya sesungguhnya menyadari kondisi bahwa dirinya akan kalah apabila dipasangkan dengan siapa pun. Peluang untuk mempertahankan kekuasaan saat ini hanyalah dengan melanjutkan kembali berduet dengan Yudhoyono.
Arbi menilai, Yudhoyono pun masih menghendaki untuk melanjutkan berduet dengan Kalla. Hal itu terlihat dari sikap Yudhoyono yang begitu cepat merespons pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok bahwa Partai Demokrat belum menentukan calon wakil presiden bagi Yudhoyono mengingat Partai Golkar diperkirakan hanya meraih 2,5 persen dari jumlah suara.
Dewan Penasihat DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie yakin Partai Golkar mampu meraih suara hingga 28 persen. Ia bicara hal ini di depan kader Partai Golkar yang hadir dalam pertemuan di kawasan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung, Sabtu.
”Bukan tidak mungkin, yakin Golkar bisa nomor satu,” kata Aburizal. Bahkan, dengan posisi seperti itu, menurut dia, siapa pun presidennya pasti akan mendengarkan suara Partai Golkar.
Tidak perlu marah
Dengan posisi seperti itu, Aburizal mengatakan, kader tidak perlu marah atau sakit hati menanggapi pernyataan seseorang tentang Partai Golkar. Ia justru mengajak untuk berintrospeksi, benarkah Partai Golkar hanya memperoleh 2,5 persen suara.
Akan tetapi, di Medan kemarin, mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan, pimpinan pusat Partai Golkar enggan melaksanakan putusan rapimnas yang mengamanatkan penjaringan calon presiden di kalangan internal partai. Akbar Tandjung menilai, Partai Golkar saat ini tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi meski menjadi pemenang pemilu legislatif tahun 2004.
Padahal, menurut Akbar Tandjung, desakan dari daerah agar Partai Golkar menetapkan calon presiden dari kalangan internal sangat kuat.
Akbar Tandjung menilai, kurang percaya dirinya Partai Golkar berasal dari sikap Ketua Umum Jusuf Kalla. "Ketua Umum punya banyak pertimbangan yang obyektif maupun subyektif. Hanya, sayangnya, meski cenderung ingin ditetapkan setelah pemilu legislatif, mekanisme penetapan calon presiden Partai Golkar juga tak jelas," ujarnya.
Hal ini membuat sebagian kader Partai Golkar menyatakan diri menjadi calon presiden di luar partai. "Seperti Sultan Hamengku Buwono yang mendeklarasikan diri menjadi calon presiden atau Marwah Daud Ibrahim dan Yuddy Chrisnandi yang ikut konvensi Dewan Integritas Bangsa," katanya.
Terkait dengan pencalonannya sebagai capres, Akbar Tandjung mengaku masih menunggu kejelasan mekanisme penetapan capres Partai Golkar. Akbar Tandjung menuturkan, jika memang DPP resmi mengeluarkan surat edaran ke DPD agar mengusulkan nama capres, dia akan mulai bergerak mendekati DPD-DPD se-Indonesia.
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal mengatakan, lawatan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke sejumlah negara di Eropa dan Amerika Serikat dalam rangka tugas negara dan bukan upaya mencari dukungan internasional sebagai calon presiden.
Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies, J Kristiadi, menilai kepergian Jusuf Kalla ke luar negeri sebagai upaya meminta dukungan internasional (Kompas, 14/2). (sihc/skoc)
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuangkan ide, saran, masukan, kritik Anda di sini untuk membangun Indonesia yang jaya dan sejahtera. Bebas dan demokratis. Tapi jangan spam dong... Terimakasih