-SEMARANG - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu merombak kabinet karena langkah ini malah bakal memicu melambungnya risiko inefektivitas jalannya pemerintahan, kata ahli komunikasi politik, Dr. Adi Nugroho.
“Kabinet menteri yang berasal dari berbagai parpol dan akademisi itu harus dipertahankan. ‘Reshuffle’ (perombakan,red.) justru bisa menimbulkan ketidakpastian politik yang mengganggu jalannya pemerintahan,” kata Adi, staf pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang, Kamis [26/02] .
Ia menganalisis, tidak ada alasan mendesak dan penting untuk merombak kabinet setelah mencuat kerenggangan hubungan antara Presiden SBY dengan Wapres M. Jusuf Kalla, yang juga Ketua Umum Partai Golkar.
Pencalonan kembali SBY sebagai presiden pada Pemilu Presiden 2009 dan kesediaan Jusuf Kalla untuk bersaing dalam pilpres tersebut, menurut Adi, tidak boleh menyeret keduanya dalam rivalitas politik jangka pendek yang menyebabkan jalannya pemerintah terganggu. “Inilah momentum terbaik bagi SBY dan JK (Jusuf Kalla) beserta para menteri dari parpol untuk menunjukkan sikap kenegarawanan mereka. Berilah pelayanan terbaik kepada publik di pengujung masa tugas,” katanya.
Ia mengingatkan, dalam atmosfer persaingan politik yang mulai memanas seperti sekarang ini, politikus idealnya tidak menyulut lagi isu lain yang bakal memperkeruh soliditas kabinet dan duet SBY-JK.
Desakan perombakan kabinet menjelang berakhirnya masa tugas SBY-JK, menurut dia, bukan merupakan solusi jitu bila pertimbangannya hanya soal perbedaan dalam menghadapi kompetisi Pemilu dan Pilpres 2009.
“Kalau menteri yang akan diganti tersebut karena menyangkut rendahnya kinerja atau buruknya pelayanan publik, itu masih bisa diterima. Akan tetapi, bila pertimbangannya hanya perbedaan partai politik, itu tidak akan menyelesaikan masalah,” katanya.
Menurut dia, untuk menunjukkan bahwa SBY-JK punya tekad sama ingin menyelesaikan tugas hingga akhir masa jabatan dengan mengedepankan kepentingan rakyat luas, keduanya harus merekatkan ikatan lama yang terbungkus dalam jargon “Bersama Kita Bisa.”
“Memiliki nilai kenegarawanan tinggi bila keduanya mau hadir bersama dalam setiap rapat kabinet. Soliditas simbolik seperti ini penting dalam komunikasi politik,” katanya.
Sebelumnya, analis politik Undip, Muhammad Yulianto menilai, wajar saja bila Jusuf Kalla bersedia ditunjuk Partai Golkar sebagai capres, sebab Partai Golkar merupakan pemenang Pemilu 2004 dan berpotensi mengulang prestasi sama pada Pemilu 2009. “(Partai) Golkar tidak memiliki budaya sebagai partai oposisi, tetapi sebagai ‘the ruling party’ (partai berkuasa). Jadi, wajar saja bila Golkar mengusung capresnya sendiri pada Pilpres 2009,” kata Yulianto. (sihc/sbsc) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuangkan ide, saran, masukan, kritik Anda di sini untuk membangun Indonesia yang jaya dan sejahtera. Bebas dan demokratis. Tapi jangan spam dong... Terimakasih